A. Dari Pinawetengan (Pinabetengan)
Kata Syahibul Hikayat pula:
Adapun anak-anak Toar dan Lumimuut itu kian lama kian bertambah berkembang biak sebagaimana yang terjadi pada makhluk lain seperti halnya binatang dan burung-burung di daerah gugusan gunung Soputan. Karena bertambahnya keluarga Toar dan Lumimuut dalam jumlah yang besar, persengketaan dan perselisihan antar anak-anak, orang-orang tua, rumah tangga bahkan sampai kepada kepala kepala keluarga, tonaas-tonaas dan walian-walian sering terjadi.
Dalam situasi demikian, timbul pemikiran untuk mencarikan jalan ke luar agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya peperangan antar keluarga. Kesimpulan yang diambil adalah mereka itu harus berpisah satu sama lain masing-masing menduduki dunia waktu itu disebut MALESUNG yang cukup luas untuk menjadi tempat hunian mereka.
Semua orang (rakyat) berkumpul dan berhimpun pada suatu lokasi tempat sebuah batu besar pada suatu datara nyang disebut AWUAN di sebelah Utara bukit yang bernama TONDERUKAN, dekat negeri PINAWETENGAN yang sampai saat ini disebut BATU-PINAWETENGAN. Di tempat itulah anak-anak Toar dan Lumimuut mengadakan musyawarah perpisahan antar pimpinan kepala-kepala keluarga, TOnaas-Tonaas dan Walian-Walian.
Sebelum mereka berpisah, para tonaas harus bertanya kepada sang ilahi atau Opo-opo dengan mendengarkan bunyi burung manguni mengenai tempat dan waktu berangkat yang tepat bagi setiap kelompok keluarga.
Kelompok-kelompok keluarga itu terbagi atas 4 kelompok yang masing-masing dibawah pimpinan kepala keluarganya. Jadi di tempat Awuan itulah mereka (para pemimpin keluarga) memanggil burung manguni untuk menanyakan kepada sang ilahi (Opo-opo) tentang waktu pemberangkatan yang baik, dan tempat tujuan yang sesuai bagi setiap kelompok keluarga.
Setiap kali mereka memperoleh berita baik melalui suara bunyi burung, dicoretkannyalah di atas sebuah batu besar yang sekarang pada batu itu ebagian tulisan atau suratan nenek moyang masyarakat Minahasa pada saat mengadakan perpisahan. Pada waktu itu mereka hanya memiliki satu bahasa dan satu penuturan saja. (Kejadian 11:1). Hingga kini tempat itu menjadi tempat ziarah di tanah Minahasa oleh anak-anak Toar dan Lumimuut bahkan orang dari manca negara sekalipun.
Batu Pinawetengan telah menjadi suatu tempat peringatan bagi anak-cucu turun-temurun Toar dan Lumimuut, sebagai batu yang didirikan oleh Jacub dan Laban akan menjadi peringatan perpisahan mereka (Kejadian 31:44:54). Maka di tempat Batu Pinawetengan itulah Opo Wailan (Tuhan Yang Maha Kaya) memberikan beberapa macam bahasa untuk mencerai-beraikan anak-anak Toar dan Lumimuut menduduki bumi Malesung 12) ini seakan-akan melalui Firman: "Berbaiklah kamu dan bertambah-tambahlah kamu, dan ramaikanlah bumi" (Kejadian 9:1b) Malesung ini. Setelah burung manguni itu lengkap memberikan pesan melalui suaranya ke mana setiap kelompok keluarga itu akan pergi, berangkatlah mereka itu masing-masing mengikuti arah yang ditunjukkan oleh manguni tersebut dibawah pimpinan kepala teranak atau keluarganya. Kelompok keluarga itu terdiri atas 4 kelompok yang masing-masing dipimpin oleh seorang Tonaas:
1. Kelompok Pasiowan-telu (Terawira atau Teterusan)
2. Kelompok Kepercayaan agama (Walian)
3. Kelompok Pertanian (Mewentas)
4. Kelompok Perburuan.
1. Orang Tombulu
Sekelompok teranak atau keluarga dibawah pimpinan Kepala ternaknya ke luar dari tempat Pina-wetengan itu berjalan menuju arah Utara lalu mendiami tempat yang banyak bertumbuh pohon 'wulu' 13) dan dinamai oranglah merek itu TOU-WULU 14) yang kemudian berubah menjadi TOMBULU.
2. Orang Tontemboan (Tompakewa)
Serombongan keluarga lain yang ke luar meninggalkan Pinawetengan itu lalu menuju ke pegunungan Tareran yang sekarang dapat melihat jauh sampai ke pantai sebelah Barat, dan mendiami tempat yang banyak ditumbuhi pohon kayu yang bernama 'pakewa'. Mereka dinamai orang sebagai TOUPAKEWA 15) juga disebut orang TOU-TEMBOAN 16), yang kemudian menjadi TOMPAKEWA dan TONTEMBOAN.
3. Orang Tondano
Serombongan keluarga lagi ke luar dari Pinawetengan itu lalu berjalan menuju arah ke Timur Laut, tiba pada tempat yang berair (rawa) dekat sebuah danau (telaga besar) lalu menempati tempat itu. Oleh karena mereka menempati tempat yang berair, lalu mereka itu dinamai TOUDANO yang juga disebut orang TOU-LOUR 17) yang kemudian disebut TOU-RANO atau TOU-DANO Selanjutnya berubah pula menjadi TONDANO, sedang TOULOUR itu tetap TOULOUR.
4. Orang Tonsea
Serombongan lain lagi berjalan menuju arah ke Timur Laut lalu sampai pada satu tempat yang ada disebelah Utara sebuah danau besar (danau Tondano yang sekarang), lalu mendiami tempat yang banyak ditumbuhi sejenis pohon kayu besar bernama 'sea', sehingga dinamai oranglah mereka TOU-SEA 18) yang kemudian berubah menjadi TONSEA.
5. Orang Bantik, Pasan, Ratahan, Ponosakan dan Tonsawang
5.1. Orang Bantik
Setelah ke empat rombongan keluarga tadi (Tombulu, Tontemboan/Tompakewa, Tondano/Touour, dan Tonsea) telah mengambil tempat kediamannya sendiri-sendiri, mendaratlah di pantai Barat sebelah Selatan serombongan keluarga yang entah datangnya dari tanah Bolaang-Mongondo, mengambil tempat di sebelah Selatan Teluk Amurang, kemudian berpindah ke sebelah Utara Teluk Tumpaan, lalu mendiami pergunungan Manembo-nembo yang letaknya di antara Teluk Tumpaan dan Teluk Tanawangko yang sekarang, tempat sebuah bukit yang bernama 'Bantik' atau 'Wantik', seturut dengan nama rombongan keluarga itu yang dahulu telah menempatinya. Di kaki gunung Bantik itulah terletak sebuah negeri yang sekarang disebut SENDUK. Kelompok keluarga Bantik itu kemudian beralih ke sebelah Utara kota Wenang (Manado sekarang). Mereka itupun disebut ORANG BANTIK sesuai nama aslinya.
5.2. Orang Pasan, Ratahan, Panosakan dan Tonsawang
a. Orang Pasan dan Ratahan
(disebut juga orang Pasan-Wangko)
Serombongan keluarga yang datang dari Teluk Tomori mendarat di pantai sebelah Timur dan mendiami daerah Ratahan yang sekarang, mereka adalah orang PASAN dan RATAHAN yang biasa disebut PASAN-WANGKO atau orang Ratahan.
b. Orang Ponosakan
Ada pula serombongan keluarga kecil yang datang dari Bolaang-Mongondo mendarat di pantai Timur sebelah Selatan lalu mendiami tepi pantai dan mendirikan negeri BELANG dan TABABO. Mereka itu disebut orang PONOSAKAN.
c. Orang Tonsawang
Dari pulau Mayu dan Tidore datang pula serombongan keluarga mendarat di Atep dan mendiami wilayah itu. Mereka kemudian beralih ke Kakas lalu berpindah ke sekitar danau Tombatu. Mereka disebut orang TONSAWANG atau orang PASAN-RATAHAN.
Tentang bahasa yang digunakan kedua rombongan keluarga tersebut tadi banyak persamaannya, tetapi jauh berbeda dengan bahasa dari ke empat rombongan keluarga yang pertama. (1 s/d 4), sehingga jika ke empat rombongan keluarga yang ke lima (a dan b) itu dengan memakai bahasanya masing-masing, mereka tidak akan saling mengerti. Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa hanya ke empat romobngan keluarga yang pertam itulah yang termasuk dalam lingkungan anak-cucu Toar dan Lumimuut; dan sebagai bukti ke empat rombongan itu memiliki bahasa yang hampir sama sehingga mereka dapat dengan mudah mengerti satu dengan yang lain jika terjadi kontak berbicara.
Keterangan:
12) Malesung : nama asal mulanya tanah Minahasa. Kata Minahasa nanti terjadi ketika anak-anak Toar dan Lumimuut itu bersatuhati (nimaesaan atau minaesaan) untuk melawan dan mengusir orang-orang Mongondo yang datang merajalela menganiaya anak-anak Toar dan Lumimuut di tanah Malesung.
13) wulu : sejenis bulu atau bambu yang disebut 'buli tui'
14) Tou-Wulu : orang yang mendiami daerah pohon wulu; tou : orang
15) Tou-Pakewa : orang yang mendiami daerah pohon kayu pakewa; Pakewa = nama pohon kayu yang kayunya keras baik untuk ramuan rumah; buahnya pun dapat dimakan.
16) Tou-Temboan = orang yang mendiami tempat yang baik untuk melihat jauh ke bawah
17) Tou-Lour : orang yang mendiami 'lour atau telaga; Tou-rano = Tou-dano = orang yang mendiami tempat yang berair/rawa-rawa
180 Tou-sea = orang yang mendiami tempat yang ada pohon kayu bernama 'sea'; kata lain sea artinya menyimpang dari jalan ditentukan atau yang ditunjukkan.
-tulisan/cerita ini diambil/bersumber dari buku:
Ringkasan Sejarah
ASAL-USULNYA NEGERI WOLOAN
(TOMBARIRI)
Penulis
T.J. WEHANTOUW
Tim Kreatif:
Andi Wanua Tangke
Anwar Nasyaruddin
Desain Cover:
Mas Daeng Naba
Layour:
Rfleksi Arts
Penerbit:
PUSTAKA REFLEKSI
(tulisan / cerita ini, saya masukkan ke blog/web saya, dengan tujuan hanya untuk berbagi cerita-cerita/sejarah tentang Woloan/Minahasa)